Pasukan Oranje Serbu Kubutambahan

Mendapatkan predikat sebagai pasukan pemburu orang gila semakin menambah semangat para relawan Layanan Hidup Bahagia Singaraja dengan pasukan Oranje nya untuk bekerja ke masyarakat. Tidak tanggung-tanggung Bapak Camat Kubutambahan langsung di daulat untuk bersama-sama terjun ke masyarakat melihat secara nyata permasalahan yang ada terkait dengan gangguan jiwa dan kesehatan mental pada Minggu (18/1) yang lalu. Sebanyak 18 pasien langsung mendapatkan penanganan baik secara mental maupun materiil yang disuport langsung oleh Bapak Camat yang rencananya akan diorbitkan oleh Suryani Institute untuk menjadi calon Bupati Buleleng mendatang. Hal ini dikarenakan kepedulian, kesigapan dan kepekaannya terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat. “Saya setelah berhasil melahirkan seorang gubernur, berharap dapat melahirkan seorang Bupati dan hal ini saya lihat ada pada diri Bapak Camat”, ungkap Prof Dr dr Luh Ketut Suryani, SpKJ (K) di sela-sela kegiatan tersebut.
Hadir pada saat itu koordinator lapangan Alit Kertaraharja dan dr Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ.


Sambutan Camat Kubutambahan terhadap Pasukan Oranje di Bengkala


Suasana Berburu orang gila oleh Pasukan Oranje yang penuh ikhlas

Pembekalan Dokter dan Paramedis Karangasem

Sehubungan dengan diglontorkannya bantuan sosial oleh Gubernur Bali untuk penanganan gangguan jiwa di Karangasem tahun 2009, pihak Yayasan Putra Sesana Bali (YPSB) selaku induk Layanan Hidup Bahagia di Karangasem melakukan pembekalan kepada para dokter dan paramedis di Karangasem terkait dengan masalah kesehatan mental pada Jumat (9/1) yang lalu.
“Kami ingin terjadi kerjsama yang harmonis antara Layanan Hidup Bahagia dan Dinas Kesehatan Karangasem sebagai penanggung jawab kesehatan di Karangasem”, jelas Prof Dr dr Luh Ketut Suryani, SpKJ (K) selaku ketua YPSB. Selama ini masyarakat sudah cukup lama tidak mendapatkan sentuhan penanganan mental untuk itu dengan adanya langkah nyata seperti ini diharapkan semua pihak dapat bekerjasama dengan baik. Bantuan yang difokuskan dalam pemberian pengobatan berupa injeksi terhadap pasien gangguan jiwa kronis ini menyasar 4 dari 8 kecamatan yang ada di Karangasem. “Penanganan ini tidak ingin kami campur adukkan dengan program kesehatan gratis gubernur”, ungkap dr Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ selaku koordinator wilayah yang merasa perlu ada kejelasan penanganan pasien agar dikemudian hari tidak terjadi saling menyalahkan dengan pihak RSJ Bangli yang tergabung dalam program kesehatan gratis gubernur.

Suryani Terjunkan Pasukan Oranje

Setelah berhasil mendidik 32 orang relawan di Kabupaten Buleleng, Prof Dr dr Luh Ketut Suryani, SpKJ (K) langsung menurunkan pasukan oranjenya untuk membantu memberikan penanganan terhadap para penderita gangguan jiwa di Buleleng. Hal ini dilakukan mengingat tingginya kasus gangguan jiwa yang tidak tertangani oleh pemerintah karena tidak adanya perhatian terhadap kesehatan mental selama ini. Kegiatan dimulai di Kecamatan Seririt beberapa waktu yang lalu (21/12) berhasil memberikan penanganan kepada 15 orang penderita yang berada di wilayah dengan medan yang cukup berat dan sempat diguyur hujan dalam perjuangan memberikan penanganan.
Para relawan yang tidak kenal menyerah ini bekerja dengan penuh semangat di bawah koordinator Prof Suryani dan dr Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ. “Kami belum pernah melihat seorang Profesor mau turun ke lapangan dan memberikan penanganan langsung kepada pasien, sehingga kami merasa bangga dan terharu bisa bekerja dengan Beliau”, ungkap salah satu relawan.

Pasung released in Bali

Physical restraint of people with mental illness has been long hidden in community. Bali as one of the richest island in Indonesia can not avoid the fact of this situation. Of the 35 cases that found in Karangasem regency (east Bali) ranging in age from 20 to 69 years. In 33 of the cases a diagnosis of schizophrenia was made. In two cases the diagnosis were personality change and interictal hallucinations due to probable temporal lobe epilepsy. Duration of illness ranged from three to more than 40 years. Somewhat surprisingly all of the 35 cases had had previous psychiatric treatment. The commonest reason given for the discontinuation of treatment was that it was unaffordable. The major component of the cost of treatment that could not be afforded was the cost of travel, since the nearest place at which psychiatric treatment was available was in the city of Bangli. For all of these, the families felt hopeless.

Such question should be asked, “Where were the health system for all this time?” Almost all doctors and nurses in health centre doesn’t want to help these patients. They said they are busy and they don’t know how to handle mental disorders. “If we just wait for a systematic strategies to be developed to eradicate this practice, may be it will take ages when there’s no willingness to help the patients”, said Professor Suryani as the leading psychiatrist in Indonesia and the only one that regularly going to community. The recovery in herĀ  patients show what’s possible with the right medication and treatment – something the health department has been unwilling or unable to give.

Like Komang that had been for eight years in the double-sided cage with his younger brother- before Dr Suryani showed up and helped them recover. After the initial treatment, Komang got married and the latest news is his wife, Ayu, is three months pregnant.

Continue reading “Pasung released in Bali”