Gerakan Moral Atas Kekayaan Leluhur Bali

Masyarakat perajin perak di Bali bergolak gara-gara sekitar 800 motif perak tradisional daerah ini kehilangan hak cipta, karena diduga telah dipatenkan pihak asing. Mereka pun menuntut pemerintah segera bertindak atas hilangnya hak cipta 800 motif perak tradisional ini. Tuntutan perajin perak Bali ini mendapat support dari DPR. Tuntutan itu dituangkan dalam aksi demo sekitar 100 perajin perak di Gedung DPRD Bali, Nitimandala Denpasar, Rabu (8/10). Terungkap, para perajin perak di Bali kini ketakutan dalam berkarya, karena mereka selalu dibayangi tuntutan hukum.


Karena itu, para perajin perak Bali ini menuntut pemerintah segera bertindak mengembalikan hak cipta 800 motif itu. Perajin yang mendatangi gedung Dewan mengenakan busana adat ini juga minta untuk melakukan pemutihan terhadap nilai atau motif yang telah dihakciptakan pihak asing.
Prof Luh Ketut Suryani, SpKJ (K) yang juga hadir pada kesempatan tersebut mendapat kesempatan untuk berbicara di hadapan para dewan sebagai suatu keterpanggilan moral menyatakan bahwa  “Janganlah membiarkan para investor menjadi raja di tanah Bali!”. Ungkapan keras tersebut disambut gemuruh oleh para pengerajin yang merasa mendapat dukungan moral yang luar biasa dengan kehadiran Ibu paling berpengaruh di Bali. Dulu tanpa investorpun orang Bali bisa hidup. Sebagai investor yang baik seharusnya jangan mengeruk keuntungan saja dari para pengerajin, jika sudah berhasil harusnya investor tersebut pindah ke daerah lain yang membutuhkan mereka dan biarkan orang lokal berkembang dan menjadi tuan di rumahnya sendiri. Namun hal ini tidak dilakukan oleh John Hardy Group yang menggunakan KTI (Karya Tangan Indah) sebagai alat untuk mengeruk keuntungan di Bali.