Biarkan Anak Berkembang Wajar

Denpasar- Mengarahkan anak agar berprilaku positif dapat dilakukan dengan tidak menonjolkan kesalahan mereka, tetapi sebaliknya dapat dengan menonjolkan kelebihan-kelebihannya. Selain itu kata ahli kesehatan jiwa Universitas Udayana (Unud) denpasar, Prof Dr dr Luh Ketut Suryani SpKJ (K), orang tua jangan mudah menyalahkan anak.

“Biarkan anak berkembang secara wajar, sesuai dengan perkembangan usia mereka,” kata Suryani.

Hal itu dikemukakan Suryani di Denpasar akhir pekan lalu, dalam acara diskusi dan peluncuran bukunya berjudul “Biarkan Anak Berkembang Wajar”, yang diterbitkan Eviexena Mediatama, Bekasi. Peluncuran buku yang edisi pertamanya diterbitkan Juni 2008, disponsori oleh PT Telkomsel Regional Bali Nusra. Buku setebal 231 halaman, ditulis Suryani bersama putranya, Cokorda Bagus Jaya Lesmana.

Dalam diskusi yang dipandu GM Sales dan Customer Service Telkomsel Bali-Nusra, Hastining B Astuti, Suryani mengatakan, orang tua kerap keliru memaknai kenakalan anak. Mereka yang masih berusia 3-5 tahun jelasnya, memang harus nakal dan itu menandakan bahwa mereka anak pintar dan anak yang sehat. “Jangan dimarahi atau dilarang. Mereka boleh diarahkan, tapi tidak dengan menyalahkan anak-anak,” kata Suryani.

Anak yang dihukum lanjut pengajar di FK Unud Denpasar itu, kenakalannya bisa bertambah-tambah, karena dia ingin menunjukkan eksistensi dirinya. Tapi hal sebaliknya juga bisa terjadi, dimana si anak yang sering dihukum akan tumbuh menjadi penakut.

Orang tua lanjutnya, seharusnya melakukan evaluasi diri bila menghadapi anak-anak yang nakal. Sudahkah orang tua menyediakan waktu yang cukup untuk anak-anaknya, misalnya untuk membacakan buku cerita sebelum anak tidur, atau mendengarkan keluh kesah anak akan masalah yang mereka hadapi. “Saat ini orang tua banyak disibukkan dengan urusannya sendiri, bahkan mereka hampir tidak punya waktu untuk duduk dan makan bersama dengan keluarganya,” kata Suryani.

Tentang pengaruh negatif televisi trhadap perkembangan anak, dibenarkan oleh Suryani. Bahwa saat ini anak-anak lebih banyak waktunya disita untuk menonton televisi. Mulai saat hamil, para orang tua asyik mengajak janinnya menonton televis, begitu pula saat menyusui dan saat dititipkan pada pembantu rumah tangga, anak-anak juga diajak menonton televisi.

Tetapi lanjut Suryani, televisi jangan dilawan, melainkan bagaimana cara memberikan pengarahan kepada anak dan mencarikan mereka tayangan-tayangan yang baik dan bermanfaat. “Pilihkan mereka program televisi yang mendidik, atau dampingi mereka selama menonton televisi,” kata Suryani.

Mengenai pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah taman kanak-kanak (STK), serta kaitannya dengan upaya menumbuhkan kreativitas anak, Suryani menyatakan kurang setuju siswa STK diharuskan mengenakan baju seragam. Menurut dia, biarkan anak memilih pakaian sendiri, karena hal itu bagian dari upaya membangun dan menumbuhkan kreativitas mereka. Dia menyarankan agar kegiatan belajar mengajar di TK tidak duduk berjajar sebagaimana di SD atau sekolah menengah, tetapi dengan duduk melingkar, sehingga kegiatan belajar tidak terkesan formal.

Menjawab pertanyaan, sampai usia berapa anak harus berpisah dari orang tuanya saat tidur, Suryani mengatakan, sangat tergantung pada anaknya dan jangan paksa untuk memisahkan mereka. Karena anak-anak yang selalu ingin dekat dengan orang tuanya adalah anak yang menginginkan perlindungan dan mereka merasa aman berada disamping orang tuanya.

Sementara itu, menceritakan pengalaman masa kecilnya, Jaya Lesmana yang juga ikut menulis buku “Biarkan Anak Berkembang Wajar”, mengatakan hampir tidak ada waktu tidak bertengkar dengan saudara-saudaranya. Anak ketiga dari enam bersaudara itu mengungkapkan, semasih kecil dia dan saudara-saudaranya hampir setiap hari memecahkan kaca rumah atau merusakkan meja. Tapi setelah siang hari mereka berkelahi dengan saudaranya, pada malam hari atau saat akan tidur, diberi pengertian oleh orang tuanya, ada yang hal yang lebih baik yang dapat mereka lakukan.

“Kami akhirnya akur lagi dalam bersaudara, tidak ada dendam atau rasa permusuhan dan itu terbangun hingga kami dewasa,” katanya.(dikutip dari republika online)